Kabar baik datang dari Amerika Serikat (AS), inflasi yang menjadi masalah sangat serius akhirnya mengalami penurunan tajam. Pasar finansial langsung menyambut dengan suka cita, bursa saham AS (Wall Street) langsung melesat, indeks S&P 500 meroket 5,5% menjadi kenaikan harian terbesar dalam 2 tahun terakhir.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (10/11/2022) melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) tumbuh 7,7% year-on-year (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,2% (yoy).
Inflasi tersebut sudah mulai menurun sejak Juli lalu, semakin menjauhi rekor tertinggi 40 tahun di 9% yang dicapai pada Juni lalu.
CPI inti dilaporkan tumbuh 6,3% (yoy), turun dari Oktober 6,5% (yoy).
Pasar boleh bersuka cita menyambut rilis tersebut, tetapi bukan berarti Amerika Serikat bisa bebas dari resesi. Sebab, bank sentral AS (The Fed) masih akan tetap menaikkan suku bunganya.
Presiden The Fed wilayah San Fransisco, Mary Daly mengatakan data inflasi tersebut memang kabar bagus, tetapi masih jauh dari kemenangan.
“Inflasi 7,7% secara tahunan masih terlalu tinggi dan jauh dari target bank sentral sebesar 2%,” kata Daly sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (10/11/2022).
Beberapa pejabat The Fed juga menyambut baik rilis inflasi tersebut, tetapi Presiden The Fed wilayah Dallas, Lorie Logan mengatakan suku bunga masih akan tetapi dinaikkan, meski dalam laju yang lebih lambat.
“Saya percaya mengendurkan laju kenaikan suku bunga akan tepat, jadi kita bisa menilai dengan lebih baik bagaimana perkembangan kondisi finansial dan ekonomi,” kata Logan.
Pasca rilis tersebut, pasar melihat probabilitas kenaikan 50 basis poin pada Desember semakin meningkat. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga berada di 4,25% – 4,5% pada bulan depan kini sebesar 90%, naik jauh dari hari sebelumnya 56%.
Data tersebut menunjukkan pasar sebenarnya sudah memperkirakan suku bunga akan dinaikkan sebesar 50 basis poin, tetapi masih kurang yakin. Sebab probablitas kenaikan 75 basis poin sebelumnya juga cukup tinggi yakni 44%.
Setelah rilis data inflasi, probabilitasnya menjadi 90% lebih sementara untuk kenaikan 75 basis poin probabilitasnya turun menjadi kurang dari 10%.
Artinya, sebenarnya tidak ada perubahan proyeksi suku bunga, yang ada hanya kelegaan di pasar jika The Fed tidak akan kembali menaikkan suku bunga dengan sangat agresif yakni 75 basis poin.
Jika dilihat hingga tahun depan, probabilitas suku bunga berada di 5% – 5,25% pada Maret 2023 juga masih ada, dan suku masih akan tidak akan dipangkas dalam waktu dekat.
Fed Daly dan Logan juga menegaskan agar pasar tidak mengintepretasikan kenaikan suku bunga yang lebih rendah sebagai pelonggaran kebijakan moneter.
Daly juga menyebut suku bunga masih akan tinggi dalam waktu yang lama, dan untuk saat ini tidak melihat peluang adanya pemangkasan di September 2023 seperti yang diharapkan pelaku pasar.
Dengan demikian, Amerika Serikat belum akan merdeka dari resesi.
Produk domestik bruto (PDB) Paman Sam sebelumnya mengalami kontraksi pada kuartal I dan II lalu, sebelum tumbuh 2,6% di kuartal III-2022.
Kontraksi PDB dalam 2 kuartal beruntun secara teknis sudah disebut resesi. Namun, resesi di awal tahun ini ringan, bahkan mungkin belum terasa sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, tetapi yang parah akan datang. Amerika akan mengalami double dip recession.
Double dip recession pernah dialami Amerika Serikat pada 1980an. Resesi pertama terjadi pada kuartal I sampai III-1980, kemudian yang kedua pada kuartal III-1981 dan berlangsung hingga kuartal IV-1982.