Rupiah sukses mencatat penguatan tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (13/3/2023). Silicon Valley Bank (SVB) yang kolaps turut menyeret dolar AS, membuat rupiah mampu menguat tajam.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah tercatat menguat 0,55% ke Rp 15.360/US$. Tidak hanya rupiah, semua mata uang utama Asia mampu menguat melawan dolar AS. Rupiah menjadi yang terbaik ketiga, di bawah won Korea Selatan dan Ringgit Malaysia.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:03 WIB.
Indeks dolar AS pada Kamis dan Jumat pekan lalu indeks dolar AS merosot lebih dari 1%, setelah adanya kabar SVB kolaps. Pelemahan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini berlanjut 0,66% sore ini.
Tingginya suku bunga di Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu penyebab bangkrutnya bank yang berfokus pada startup tersebut.
Alhasil, pasca kejadian tersebut, The Fed diperkirakan tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga.
Bank investasi Goldman Sachs bahkan memprediksi The Fed tidak akan lagi menaikkan suku bunga.
“Melihat tekanan yang terjadi di sistem perbankan, kami tidak lagi memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga pada 22 Maret mendatang,” kata JAn Hatzius, ekonom Goldman Sachs dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Goldman sebelumnya memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin.
Sementara itu berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar saat ini melihat The Fed hanya akan menaikkan suku bunga 25 basis poin bulan ini menjadi 4,75% – 5%, dengan probabilitas lebih dari 80%.
Probabilitas kenaikan 50 basis poin merosot drastis menjadi 18% saja, padahal sebelumnya sempat lebih dari 50%.
Puncak suku bunga The Fed kini diprediksi di 5% – 5,25%, padahal pada pekan lalu muncul ekspektasi di 5,5% -5,75%.
Data tenaga kerja Amerika Serikat juga mulai menunjukkan pelemahan. Jumat pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan tingka pengangguran pada Februari naik menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,4%. Kemudian rata-rata upah per jam naik 4,6% (year-on-year/yoy), tetapi lebih rendah dari ekspektasi Reuters 4,7%.
Selain itu, inflasi Amerika Serikat juga diprediksi kembali melambat. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi pada Februari diprediksi tumbuh 6% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,4% (yoy).
Kemudian, inflasi inti juga diprediksi sebesar 5,5%, lebih rendah dari sebelumnya 5,6%.
Data tenaga kerja dan inflasi merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.
Dengan pasar tenaga kerja yang mulai melemah, inflasi yang terus menurun serta risiko merembetnya masalah SVB membuat The Fed kini diprediksi memangkas suku bunga hingga 100 basis poin pada akhir tahun nanti oleh Larry McDonald, pendiri The Bear Traps Report.
“Kolapsnya Silicon Vallley Bank bisa mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga 100 basis poin pada Desember untuk mencegah penyebaran ke sistem finansial,” kata McDonald kepada CNBC International, Jumat (10/3/2023).